Langsung ke konten utama

Sex Role dan Perkembangan masa anak dalam perspektif islam

MAKALAH
“SEX ROLE DAN PERKEMBANGAN MASA ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM “
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan












Disusun Oleh :
Marwah
1166000077

Mir’ah Atkia Noor Azmy
1166000083

Muhammad Salsabil Anggayuda
1166000096



FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
TAHUN AKADEMIK 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. para sahabatnya, keluarganya, tabi’it-tabi’atnya, dan semoga sampai kita selaku umatnya.
Berkat Rahmat dan pertolongan Alloh Swt, penulis dapat menyelesaikan Makalah berjudul “SEX ROLE DAN PERKEMBANGAN MASA ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM” makalah ini disusun untuk memenuhi tugas  mata kuliah Psikologi Perkembangan di Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, penulis harapkan koreksi, kritik dan, saran yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini.
Tidak ada kata yang mampu penulis ungkapkan selain terimakasih kepada semua pihak yang bersedia membantu, semoga Alloh senantiasa membalas semua kebaikan, Aamiin.


      Bandung, 25 Februari 2017

       Penulis









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR  ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A.  Latar belakang 1
B.  Rumusan masalah 1
C.  Tujuan penyusunan Makalah 1
BAB II. PEMBAHASAN 2
A.   Sex Role 2
B.   Perkembangan masa anak dalam perspektif islam........................................ 6
C.   Perkembangan anak secara psikologis dalam konsep islam.......................... 7
D.   Pendidikan Anak dalam konsep Islam.......................................................... 10
BAB III. PENUTUPAN 11
A.   Kesimpulan 11
B.   Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12












BAB I
PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Di jaman ini banyak sekali perempuan dan laki-laki yang berperan tidak sesuai dengan gendernya masing-masing, dalam makalah ini kami memaparkan peran gender yang sesuai aturan menurut perannya laki-laki dan perempuan normal yang seharusnya dilakukan, masalah yang timbul saat ini tejadi pada kasus laki-laki menyerupai perempuan dan perempuan menyerupai laki-laki. Banyaknya penyimpangan gender membuat kesenjangan sosial di masyarakat.
 Merupakan kejadian alamiah jika setiap yang hidup pasti akan mengalami dan merasakan perubahan. Dalam konteks kajian ilmu perkembangan psikologi  merupakan proses bertahap yang  dialami oleh setiap individu. Akan tetapi kita juga harus mengetahui secara pasti , apa yang mendasari dan melatarbelakangi perubahan dan perkembangan pada individu  tersebut. Bagaiamana pandangan al-quran maupun hadist terkait dengan teori perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi pada anak. Dalam proses perkembangan akan mengalami beberapa fase dan tahapan-tahapan baik secara biologis maupun psikologis.
Oleh karena itu melalui makalah ini akan dikaji mengenai Sex Role dan Perkembangan masa anak dalam perspektif islam, Agar kita bisa mengetahui hakikat pertumbuhan dan perkembangan bagi anak.

 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dipaparkan dalam makalah ini adalah :
Apakah Sex Role itu?
Bagaimana Perkembangan anak dalam perspektif islam?
Bagaimanakah perkembangan anak secara psikologis dalam perspektif islam?
Bagaimana cara mendidik anak dengan perkembangannya menurut perpektif islam?

 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah.
1.  Agar pembaca dapat mengetahui apa itu Sex Role
2.  Agar dapat memahami jenis-jenis peran menurut gender
3.  Agar pembaca tahu perkembangan masa anak menurut pandangan islam
4. Agar kita mengatahui cara mendidik anak menurut persfektif islam dalam perkembangannya
5.  Supaya kita menjadi lebih kritis lagi terhadap ilmu-ilmu dan tidak hanya mempelajari  ilmu-ilmu dari pandangan barat saja

BAB II
PEMBAHASAN



Sex Role
Dalam kamus bahasa inggris Sex diartikan sebagai jenis kelamin dan Role berarti peran. Sex Role bisa dikatakan  ‘perbedaan peran sesuai jenis kelamin berkaitan dengan penampilan fisik dan perlakuan lingkungan sosial terhadap tampilan keadaan fisiknya. Dalam hal ini perbedaan pria dan wanita tidak hanya pada fisik saja, tetapi juga dalam hal bagaimana mereka berperilaku dalam kepentingan mereka. beberapa berpendapat bahwa perbedaan perilaku laki-laki dan perempuan terjadi karna perbedaan biologis. Misalnya, testosteron hormon seks pria diyakini menjadi alasan mengapa laki-laki dianggap lebih agresif daripada perempuan. Namun, banyak perbedaan nonanatomical didasarkan pada peran seks yang dipelajari oleh setiap individu. Dengan kata lain, laki-laki atau perempuan yang dilahirkan dan diajarkan bagaimana menjadi maskulin atau feminin.
Menurut Bem (1981), gender merupakan karakteristik kepribadian, seseorang yang dipengaruhi oleh peran gender yang dimilikinya dan dikelompokkan menjadi 4 klasifikasi yaitu maskulin, feminim, androgini dan tak terbedakan. Konsep Gender dan peran gender merupakan dua konsep yang berbeda, gender merupakan istilah biologis, orang-orang dilihat sebagain pria atau wanita tergantung dari organ-organ dan gen-gen jenid kelamin mereka.
Sebaliknya menurut Basow (1992), peran gender merupakan istilah psikologis dan kultural, diartikan sebagai perasaan subjektif seseorang mengenai ke-pria-an (maleness) atau kewanitaan (femaleness).
Brigham (1986) lebih menekankan terhadap konsep stereotipe di dalam membahas mengenai peran gender, dan menyebutkan bahwa peran gender merupakan karakterisitik status, yang dapat digunakan untuk mendukung diskriminasi sama seperti yang digunakan untuk mendukung diskriminasi sama seperti ras, kepercayaan, dan usia.
Sementara peran gender sendiri sebagai sebuah karakteristik memiliki determinan lingkungan yang kuat dan berkait dengan dimensi maskulin versus feminim (Stewart & Lykes, dalam Saks dan Krupat, 1998). Ketika berbicara mengenai gender, beberapa konsep berikut ini terlibat di dalamnya:
1. Gender role (peran gender), merupakan definisi atau preskripsi yang berakar pada kultur terhadapa tingkah laku pri dan wanita.
2. Gender identity (identitas gender), yaitu bagaimana seseorang mempersepsikan dirinya sendiri dengan memperhatikan jenis kelamin dan peran gender.
3. Serta sex role ideology (ideologi peran-jenis kelamin), termasuk di antaranya stereotipe-stereotipe gender, sikap pemerintah dalam kaitan antara kedua jenis kelamin dan status-status relatifnya (Segall, Dosen, Berry, & Poortiga, 1990). Kepentingan di dalam membedakan antara jenis kelamin dan gender berangkat dari pentingnya untuk membedakan antara aspek-aspek biologis dengan aspek-aspek sosial di dalam menjadi pria atau wanita. Bahkan yang paling seringg terjadi adalah bahwa orang-orang mengasumsikan kalau perbedaan kepribadian dan sikap yang tampak antara pria dan wanita sangat berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin (Basow, 1992).
Jika menyamakan antara gender dapat mengarahkan keyakinan bahwa perbedaan trait-trait dan tingkah laku antara pria dan wanita mengarah langsung kepada perbedaan secara biologis. Sementara jika kita membedakan konsep gender dan gender akan membantu kita untuk menganalisis keterkaitan yang kompleks antara gender dan peran gender secara umum. Ini yang membuat sangat penting untuk membedakan antara gender dengan peran gender.
Unger (dalam Basow, 1992) menyebutkan bahwa dalam psikologi baru mengenai gender dan peran gender, ke-pria-an dan ke-wanita-an lebih sebagai kontruk sosial yang dikonfirmasikan melalui gaya gender dalam penampilan diri dan distribusi antara pria dan wanita ke dalam peran-peran dan status yang berbeda, dan diperhatikan oleh kebutuhan-kebutuhan intrapsikis terhadap konsistensi diri kebutuhan untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai sosial.
Oleh karena itu, peran gender dikonstruksikan oleh manusia lain. Bukan secara biologis, dan konstruksi ini dibentuk oleh proses-proses sejarah, budaya, dan psikologis (Basow, 1992). Kini lebih banyak digunakan istilah peran gender daripada gender di dalam mempelajari tingkah laku pria dan wanita di dalam suatu konteks sosial. Gender merupakan konstruksi sosial.
Peran gender adalah pola tingkah laku yang dianggap sesuai untuk masing-masing gender yang didasarkan pada harapan masyarakat. Menurut Myers (1995), peran gender merupakan suatu set tingkah laku yang diharapkan (berupa norma) untuk pria dan wanita, dikaitkan dengan ciri-ciri feminim dan maskulin sesuai dengan yang diharapkan dalam masyarakat.
Orientasi Peran Gender
Bem (dalam Basow, 1992) menyetakan bahwa terdapat dua model peran gender di dalam menjelaskan mengenai maskulintas dan feminita, dalam kaitannya dengan laki-laki dan perempuan, yaitu modell tradisional dan model non tradisional (Nauly, 2003).
1.  Model tradisional memandang feminitas dan maskulinitas sebagai suatu dikotomi. Model tradisional menyebutkan bahwa maskulinnitas, dan feminitas merupakan titik-titik yang berlawanan pada sebuah kontinum yang bipolar. Pengukuran yang ditujukan untuk melihat maskulinitas dan feminitas menyebutkan derajat yang tinngi dari maskulin yang menunjukkan derajat yang rendah dari feminitas, begitu juga sebaliknya, derajat yang tinggi dari feminitas menujukkan derajat yang rendah dari maskulinitas (Nauly,2003).
Menurut pandangan model tradisional ini, penyesuaian diri yang positif dihubungakan dengan kesesuaian antara tipe peran gender dengan gender seseorang. Seorang pria akan memiliki penyesuaian diri yang positif jika ia menunjukkan maskulinitas yang tinggi dan feminitas yang rendah. Dan sebaliknya, seorang wanita yang memiliki penyesuaian diri yang positif adalah wanita yang menunjukkan feminitas yang tinggi serta maskulinitas yang rendah (Nauly, 2003).
Model tradisional dengan pengukuran yang bersifat bipolar ini memiliki konsekuensi, yaitu dimana individu-individu yang memiliki ciri-ciri maskulinitas dan feminitas yang relatuf seimbang tidak akan terukur, sehingga menimbulkan reaksi dengan dikembangkannya model yang bersifat non tradisional (Nauly, 2003). Model ini dapat digambarkan secara sederhana melalui gambar di dawah ini yang menjelaskan konseptualisasi dan maskulinitas-feminitas sebagai sebuah dimensi atau kontinum tinggal yang memiliki yang berlawanan.
2.  Sedangkan nontradisional menyatakan bahwa maskulinitaas dan feminitas lebih sesuai dikonseptualisasikan secara terpisah, dimana masing-masing merupakan dimensi yang independen. Model yang ini memandang feminitas dan maskulinitas bukan merupakan sebuah dikotomi, hal ini menyebabkan kemungkinan untuk adanya pengelompokan yang lain, yaitu androgini, yaitu laki-laki atau perempuan yang dapat memiliki ciri-ciri maskulinitas sekaligus ciri-ciri ferminitas. Model no tradisional ini dikembangkan sekitas tahun 1970-an oleh sejumlah penulis (Bem, 1974) yang menyatakan bahwa maskulinitas dan feminitas lebih sesuai dikonseptualisasikan secara terpisah, karena masing-masing merupakan dimensi yang independen.
Model ini dapat dijelaskan secara sederhana melalui gambar di bawah ini. Di sini dijelaskan bahwa konseptualisasi maskulinitas-feminitas digunakan sebagai dimenti yang terpisah.
Berdasarkan pandangan ini, Sandra Bem (dalam Basow, 1992) mengklasifikasikan tipe peran gender menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Sex-typed: seorang yang mendapat skor tinggi pada maskulinitas dan skor rendah pada ferminitas. Pada perempuan, yang mendapatkan skor tinggi pada feminitas dan mendapat skor rendah pada maskulinitas.
2. Cross-sex-typed: laki-laki yang mendapatkan tinggi pada ferminitas dan skor pada maskulinitas. Sedangkan pada perempuan, yang memiliki skor yang tinggi pada maskulinitas dan skor yang redah pada feminitas.
3. Androginy: laki-laki dan perempuan yang mendapatkan skor tinggi baik pada maskulinitas maupun feminitas.
4. Indifferentiated: laki-laki dan perempuan yang mendapat skor rendah baik pada maskulinitas dan feminitas.
Berdasarkan konsep ini, Bem (dalam Santrock, 2003) kemudian mengembangkan alat ukur yang disebut Bem sex role inventory (BSRI). Alat tes ini terdiri dari 60 kata sifat, 20 diantaranya merupakan kata sifat yang menunjukkan karakteristik maskulin (karakteristik instrumel), 20 kata sifat lainnya menujukkan karakteristik feminin (karakteristik ekspresif) dan sisanya menunjukkan karakteristik yang tidak dengan peran gender namun diharapkan oleh masyarakat untuk dimiliki oleh tiap individu.
Melalui BSRI, individu diklasifikasikan dalam hal kepemilikan satu dari empat orientasi tipe peran gender, yaitu:
1. Maskulin
2. Feminim
3. Androgini
4. Undifferentiated
Berdasarkan model nontradisional ini, terdapat semacam klasifikasi kepribadian yang mulai banyak dibicarakan sebagai alternatif dari peran yang bertolak belakang antara pria dan wanita, yaitu tipe androgini (Naully, 2003). Adapun pengertian dari masing-masing peran gender maskulin, feminin dan androgini adalah sebagai berikut:
Maskulin: menurut Hoyenga & Hoyenga (dalam Nauly, 2003) adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan gender yang lebih umum terdapat pada laki-laki, atau suatu peran atau trait maskulin yang dibentuk oleh budaya. Dengan demikian maskulin adalah sifat dipercaya dan bentuk oleh budaya sebgai ciri-ciri yang ideal bagi laki-laki (Nauly, 2003). Misalnya asertif dan dominan dianggap sebagai trait maskulin.
Feminin: feminin menurut Hoyenge & Hoyenga (dalam Nauly, 2003) adalah ciri-ciri atau trait yang lebih sering atau umum terdapat pada perempuan daripada laki-laki. Ketika dikombinasikan dengan “stereotipikal”, maka ia mengacu ada trait yang diyakini lebih berkaitan pada perempuan daripada laki-laki secara kulturi pada budaya atau subkultur tertentu. Berarti, feminin merupakan ciri-ciri atau trait yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ideal bagi perempuan (Nauly, 2003).
Androgini: selain pemikiran tentang maskulin dan feminitas sebagai berada dalam suatu garis kontinum, dimana lebih pada satu dimensi berarti kurang pada dimensi yang lain, ada yang menyatakan bahwa individu-individu dapat menunjukkan sikap ekspresif dan instrumental. Pemikiran ini memicu perkembangan konsep androgini.
androgini adalah tingginya kehadiran karakterisitik maskulin dan feminin yang diinginkan pada satu individu pada saat bersamaaan (Bem, Spence & Helmrich, dalam Santrok, 2003). Individu yang androgini adalah seorang laki-laki yang asertif (sifat maskulin) dan mengasihi (sifat feminin), atau seorang perempuan yang dominan (sifat maskulin) dan sensitif terdapat perasaaan orang lain (sifat feminin). Beberapa penelitian menemukan bahwa androgini baerhubungan dengan berbagai atribut yang sifatnya positif, seperti self-esteem yang tinggi, kecemasan rendah, kreatifitas, kemampuan parenting yang efektif (Bem, Spence dalam Hughes &Noppe, 1985).
Perkembangan Masa Anak Dalam Perspektif Islam
Psikologi perkembangan Islam memiliki kesamaan objek studi dengan psikologi perkembangan pada umumnya, yaitu proses pertumbuhan dan perubahan manusia. Secara biologis pertumbuhan itu digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an sesuai firmannya pada surat Al-Mu’min sebagai berikut:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون.
Artinya:
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya.”
Dari penjelasan ayat diatas bahwa proses kejadian individu mengalami tahapan dan dinamika sejak dalam kandungan hingga lahir. Seorang individu tumbuh menjadi anak, remaja atau dewasa  yang mengarah pada proses pertumbuhan dan perkembangan.
Fase (tahapan) Perkembangan Anak Menurut Konsep Islam., diantaranya :
1.   Masa bayi (0 hingga 2 tahun)
Pada fase ini orang tua anak perlu untuk mengembangkan kasih sayang secara dua arah dimana ibu memberikan kasih sayangnya dan dalam waktu bersamaan juga, seorang ibu mengembangkan kemampuan anak agar memberikan respon terhadap kita. Ini seperti yang sering kita perhatikan dalam fase pertumbuhan anak secara umum dimana kita memang diharapkan mengajarkan dan memperhatikan anak untuk dapat memberikan respon terhadap kita. Meski beberapa orang menganggap hal ini biasa, tapi dalam pengamatan (observasi) anak tidak akan berkembang degan maksimal jika orang tua (atau orang sekitar) kurang memberikan stimulasi pada anak. Disini yang dimaksud mengembangkan kemampuan anak memberikan respon semisal jika anak diberi pelajaran adik belajar ngaji ya dimulai dari alif, ba, ta dan seterusnya, maka anak akan mengikuti pelafalannya. Dan menumbuhkan si anak bertanya, ibu ngaji itu apa? Secara tidak langsung kita memberikan kepada anak agar berpikir (kognitif) pada hal positif yang ditanamkan sejak usia dini dengan nilai-nilai islami.
2.   Masa anak-anak (2-7 tahun atau disebut dengan fase thufulah)
Pada fase inilah merupakan fase penting memberikan pondasi dasar tauhid pada anak melalui cara aktif agar anak terdorong dan memiliki tauhid aktif dimana anak mau melakukan sesuatu yang baik semata menurut Allah. Fase ini penting penanaman untuk pondasi bagi anak. Fase ini merupakan lanjutan pada tahap 0 hinnga 2 tahun pertamanya ada di alam dunia, masa ini dimana kognitif anak dalam pengetahuan berpengaruh besar terhadap memori ingatan yang kuat, sehingga perlunya penanaman ketauhidan agar anak punya bekal dikemudian hari, ketika dulu ia pernah diajarkan untuk mengaji ia mulai berpikir ibu menyuruhku ngaji karena itu adalah perintah dari Allah, sehingga anak mulai yakin akan penanamn positifnya itu. Tinggal cari cara nih bagaimana menerapkannya.
3.   Masa Tamyiz (7-10 tahun)
Di fase ini anak sudah mulai mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan nalarnya sendiri sehingga di fase inilah kita sudah mulai mempertegas pendidikan pokok syariat, mulai fase ini
4.   Masa Amrad (10-15 tahun)
Fase ini adalah fase dimana anak mulai mengembangkan potensi dirinya guna mencapai kedewasaan dan memiliki kemampuan bertanggung jawab secara penuh. Dalam islam, fase ini juga merupakan fase dimana anak mencapai aqil baligh sehingga sudah semakin pandai menggunakan akalnya secara penuh. Salah satu yang menjadi tuntutan bagi anak kemudian adalah kepandaiannya dalam mengatur harta yang dimulai dengan kemampuan mengatur anggaran untuk dirinya sendiri.
5.   Masa Taklif (15-18 tahun)
Pada masa ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif atau bertanggung jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat dicapai di usia 18 tahun dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai di usia 17 tahun. Tanggung jawab yang dimaksud selain pada diri sendiri juga tanggung jawab terhadap keluarga, masyarakat sekitar dan masyarakat secara keseluruhan.

C.  Perkembangan Anak Secara Psikologis dalam konsep Islam
1.  Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik meliputi: peroide pertumbuhan, periode ini mencakup : awal pekembangan motorik bayi (awal kelahiran),  pentingnya bermain bagi anak-anak (anak-anak) dan masa pubertas, periode pencapaian kematangan, periode usia baya dan periode penuaan.
2.  Perkembangan Kognitif
Persepsi dan belajar merupakan proses dasar kognitif yang sering dianggap sebagai pusat perkembangan manusia.
a.   Perkembangan kognitif
  Tahap perkembangan kognitif
a) Periode perkembangan                  
b) Periode pencapaian kematangan
c) Periode tengah baya
d) Periode usia lanjut
   Perspektif sosiolkultural dalam perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif manusia juga ditentukan oleh lingkungan dimana dia tinggal. Pentingnya lingkungan dalam perkembangan kognitif terlihat dari banyak ayat-ayat Al-qur’an yang menyuruh manusia untuk belajar di alam semesta (QS. Al-Baqarah: 1641 dan QS. Al-Rum: 8). Perkembangan kognitif seseorang merupakan sesuatu yang tidak dapat lepas dari faktor sosial dan budaya setempat.
b.  Sistem pengolahan informasi pada manusia
Perkembangan intelektual dapat dikaji menggunakan pendekatan sistem pengolahan informasi yang menganalisis perkembangan keterampilan kognitif. Bentuk informasi yang disimpan dalam sistem ingatan dapat bersifat verbal maupun visual (imagery).
c.  Intelegensi
Intelegensi tidak terlepas dari proses berpikir manusia. Menuut penelitian terdapat 3 cara berpikir yaitu berpikir serial, beripkir asosiatif dan berpikir integratif. Ketiga jenis proses berpkir ini berhubungan dengan intelegensi yang berbeda-beda.[3]
3.  Perkembangan Emosional
a.  Kekayaan Emosi Manusia
     -  Emosi primer
Emosi primer adalah emosi dasar yang dianggap terberi secara biologis. Emosi ini terbentuk sejak awal kelahiran.
Emosi sekunder
Emosi sekunder adalah emosi yang mengandung kesadaran diri atau evaluasi diri, sehingga pertumbuhannya tergantung pada perkembangan kogntif seseorang.
b.    Perkembangan Ekspresi Emosi
        Usia Ekspresi
0-6 bulan ________________Segala emosi primer muncul
7- 2 bulan________________Emosi primer menjadi lebih jelas
1-3 tahun________________Muncul emosi sekunder (disadari)
3-6 tahun________________Munculnya perbaikan strategi kognitif untuk mengatur emosi
6-12 tahun________________Penyesuaian dengan aturan penampilan meningkat.
c.    Pengatuan Emosi
Terdapat dua jenis aturan tampilan emosional: prososial (prosocial) dan protektif diri (self-protective). Prososial menampilkan aturan emosi untuk melinungi emosi orang lain, sementara protektif diri merupakan pengaturan untuk menyembunyikn emosi dalam rangka menyelamatkan muka atau melindugi dirinya dari konsekuensi negatif.
d.   Perkembangan Tempramen
Tempramen merupakan dasar biologis bagi perbedaan individu dalam berperilku. Komponen penting dalam tempramen adalah faktor genetik. Lingkungan juga mempengaruhi perkembangan tempramen selanjutnya.
e.     Ikatan Emosional
Ikatan emosional (emotional attachment) merupakan hubungan emosional yang dekat antara dua orang dengan karakteristik adanya kasih sayang antara dua pihak; dan keduanya menginginkan untuk mempertahankan kedekatan itu. Dalam islam diingatkan bahwa katan emosional ini harus bersifat konstruktif.[4]
4.  Perkembangan Sosial
a.   Identitas diri manusia sebagai khalifah Allah
Sebagai khalifah Allah, manusia merupakan makhluk sosial multi inteaksi, yang memiliki tanggung jawab baik kepada Allah maupun kepada manusia.
b.   Pembentukan Identitas dan Konflik Psikososial
Pembentukan identitas bukan merupakan sesuatu yang mudah, namun sangat penting. Pembentukan identitas diri secara kolektif dapat menjadi identitas sosial yang membentuk dinamika masyarakat tersebut.
c.   Mengetahui Orang lain
Al-qur’an mengajarkan manusia untuk mengetahui atau mengenali atau kelompok sosial lainnya. Dalam masyarakat terdapat berbagai jenis kelompok, namun segala perbedaan bukan penghalang untuk mengenal orang ddari kelompok sosial lain.
d.   Perkembangan Ruang Sosial
Lingkungan memrupakan salah satu faktor yang penting dalam membentuk perkembangan anak. Lingkungan pertama yang palig berpengaruh dalam perkembangan anak adalah lingkungan lingkungan keluarga, kemudian tetangga (lingkungan pengasuhan anak) dan sekolah.[5]


D.  Pendidikan Anak dalam konsep Islam
1.  Bayi (at-thifl)
Yaitu usia bayi sejak lahir sampai dua minngu. Pada usia awal kelahiran ini manusia amat lemah dan tidak memiliki kemampuan apapun. Pendidikan anak pada masa ini yaitu orang tua menbacakan adzan di telinga kanan dan iqamah ditelinga kiri.
2.   Anak yang belum cukup usia (shobbi)
Yaitu usia sekitar 2 minggu samapi tujuh tahun. Fase ini hendaknya mulai diperkenalkan pendidikan misalnya dengan memeperlihatkan gambar-gambarserta amalan-amalan yang bersifat keagamaan.
3.   Aqil (mumayiz)
 Dimulai sejak anak berusia 7-9 tahun. Dalam fase ini pendidikannya mulai menuntut ilmu yaitu belajar membaca, menulis dan berhitung.
4.   Awal Adolense (murahiq)
Dimulai pada usia 9-11 tahun. Fase ini mulai belajar menekuni yang paling disukai sesuai bakat dan mulai mengamalkan sapa yang sudah dipelajari terutama ajaran agama.
5.   Adolense (yafi’)
Dimulai sejak usia 11 tahun. Fase ini mempelajari ketrampilan fisik seperti berenang dan memanah serta menambah wawasan social, lingkungan dan ilmu pengetahuan.
6.   Mature (baligh)
Dimulai sejaka usia 17 tahun. Dalam fase ini anak-anak sudah dibebankan kewajiban (mukalaf), biasanya ditandai dengan mimpi basah untuk anak laki-laki dan haid untuk anak perempuan, sehingga anak harus menjalankan kewajiban sholat, puasa zakat, meninggalkan dosa dan lain sebagainya










BAB III
PENUTUP


 Kesimpulan
Peran gender adalah pola tingkah laku yang dianggap sesuai untuk masing-masing gender yang didasarkan pada harapan masyarakat. Menurut Myers (1995), peran gender merupakan suatu set tingkah laku yang diharapkan (berupa norma) untuk pria dan wanita, dikaitkan dengan ciri-ciri feminim dan maskulin sesuai dengan yang diharapkan dalam masyarakat.
Dengan memahami fase pertumbuhan dan perkembangan anak secara Islami maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peran orang tua sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, karena sesuatu yang baik harus selalu benar menurut syariat agar amalan itu diterima dan diridhai. Sesuatu yang benar dalam Islam insya Allah mengandung kebaikan. Sesuatu yang baik (dalam pandangan manusia) tapi tidak benar (melanggar syariat) adalah sesuatu yang sebaiknya dihindari, apalagi jika salah dan tidak sesuai syariat tentu sudah harus sangat ditolak.
Yang tidak kalah penting bahwa dengan mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak, maka diharapkan pengembangan minat dan bakat anak akan menjadi baik dan anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi seorang individu dewasa yang produktif dan Islami.

 Saran
Perbedaan gender mendasari manusia pada peran yang berbeda pula, semisal laki-laki berperan sebagai kepala keluarga dan perempuan menjadi salah satu modal utama perkembangan dan pertumbuhan anak. Dengan dibuatnya makalah ini penulis berharap kita menjadi sadar akan tanggung jawab menurut gender masing-masing dan bisa berperan dalam perkembangan anak dengan mengajarkan pola hidup anak yang positif sesuai gender  dan syari’at islam.









DAFTAR PUSTAKA



Papalia, Diane E & Feldman, Ruth Duskin, 2014, Menyelami Perkembangan Manusia, Salemba Humanika, Jakarta Selatan
Hasan, Aliah B. Purwakania. 2006. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Sopiatin, Popi dan sohari Sahrani. 2011. Psikologi Belajar Dalam Perspektif Belajar. Bogor: Ghalia Indonesia.
http://al-badar.net. Pertumbuhan dan perkembangan menurut Islam diakses tgl 17 November 2014
http://taqwimislamy.com/index.php/en/20-frontpage/587-mengenal-pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-menurut-islam. diakses tgl 16 November 2014


Komentar

Pink Hair Girl, Cute