Langsung ke konten utama

BIG FIVE personality



Kata Pengantar


Bismillahirrahmaanirrahiim,,
Alhamdulillah penulis ucapkan Syukur atas kehadirat Yang Maha Esa yang dengan Rahmat dan Pertolongan-Nya yang tak terhitung penulis mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada penyemangat hari saya, manusia sempurna Waliyulloh, Nabi Muhammad SAW, yang dengan keberaiannya mendakwahkan Diinul Islam sampai pada hari ini Alhamdulillah penulis mendapatkan motifasi juga semangat menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi budaya dan Pribumi, dengan topik pembahasan BIG FIVE PERSONALITY, merupakan pembahasan yang sayang untuk dilewatkan. Seperti yang kita ketahui bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Alloh (Sang Kholiq) yang paling sempurna karena dibekali akal, karenanya para filsuf terdahulu telah membahas manusia dengan segala keunikannya. Bahkan Dosen saya pernah berkata “kenapa manusia itu sulit diatur?” penulis berpikir banyak hal terkait, karena manusia mahluk yang seringkali digoda syetan, karena manusia mahluk yang menginginkan kebebasan dan berbagai pikiran lainnya. Dan ternyata jawabannya adalah “karena manusia mahluk yang berpikir” jawaban singkat yang menjawab pertanyaan itu.
Manusia mahluk yang diberi akal, karena mempunyai akal-lah manusia diberi kebebasan untuk bertindak (Free Will), tingkah laku manusia bahkan seringkali mempunyai ciri khas seriap individunya. Dan hal inilah yang akan dibahas di makalah ini, dimana para ilmuan telah melakukan penelitian terkait pengelompokan kepribadian manusia di dunia, mereka mengelompokkan kepribadian menjadi 5 sub yang disebut dengan BIG FIVE PERSONALITY. Untuk dapat mengetahui lebih lanjut mengenai teori ini kita akan belajar secara sistematis dalam makalah ini.


                                                                        Bandung, 15 September 2018

                                                                                                Penulis


Daftar Isi


Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan........................................................................................... 1
A.      Latar belakang.................................................................................... 1
B.       Rumusan masalah............................................................................... 1
C.       Tujuan................................................................................................. 1
Bab II Pembahasan...........................................................................................
A.      Apa itu Kepribadian...........................................................................
B.       Pengertian Psikologi lintas budaya.....................................................
C.       Teori Big Five Personality..................................................................
Bab III Penutup................................................................................................
             A.    Kesimpulan...........................................................................................
             B.    Saran.....................................................................................................
Daftar Pustaka..................................................................................................


Pendahuluan

A.  Latar Belakang

Sebelumnya kita telah mendengar atau mungkin mengetahui beberapa pendekatan tentang trait seperti yang dikemukakan oleh Allport, Eysent dan lain-lain. Namun semua teori tersebut mengandalkan sudut pandang masing-masing peneliti juga dari segi faktor analisis, jumlah dan juga dimensi alami trait yang berbeda.

Perbedaan-perbedaan tersebut menjadi sebuah perbincangan karena menyebabkan buramnya pemakaian dari trait-trait tersebut, padahal pada dasarnya setiap manusia mempunyai keunikan masing-masing. Dan ternyata keunikan tersebut membuat para peneliti termotivasi mengadakan perubahan agar trait-trait tresebut dapat dipahami dengan kesatuan pemahaman yang sama.

Setelah bertahun-tahun para peneliti belum mendapatkan kesatuan pemahaman mengenai trait hingga terjadi kekacauan dan mengalami perdebatan. Para peneliti mulai berpikir bahwa dimensi yang dicetuskan oleh Cattel sebanyak 16 terlalu berlebihan, dan kebanyakan study analisis hanya melibatkan 5 dari banyaknya dimensi, juga hanya membawa 3 dimensi Eysenck sehingga terdapat peneliti yang mengatakan 5 dimensi tersebut sudah cukup untuk mencakup struktur kepribadian.

Akhirnya sejak tahun 1980 terjadi peningkatan kualitas dan metode-metode modern khususnya pada faktor analisis sehingga semua peneliti-peneliti trait menyetujui bahwa perbedaan individu dapat dikelompokkan menjadi 5 besar komponen, komponen disebut dengan BIG FIVE trait theory.

Theory ini pertama kali diperkenalkan oleh Lewis R. Goldberg tahun 1981, tokoh lain antara lain Allport yang menyumbangkan penelitian yang bergantung pada hipotesis Lexical, tokoh lain adalah McCrae. Paul Costa, Selain itu Cattel disebut sebagai bapak Intelektual teori ini,

B.  Rumusan Masalah
1. Apakah itu Kepribadian
2. Apakah itu Psikologi Lintas budaya
3. Mengetahui Teori Big Five Prsonality

C.  Tujuan
Penyusunan makalah ini antara lain bertujuan untuk
1. Mengetahui apa itu kepribadian
2. Mengetahui apa itu Psikologi linta Budaya
3. Mengetahui Teori Big five Personality
4. Memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Budaya dan Pribumi


Pembahasan


A. Kepribadian
       Kepribadian adalah sebuah konsep yang mengacu pada aspek-aspek karakteristik unik setiap individu yang merupakan kumpulan dari tingkah laku yang sering dilakukan, trait, atau kecenderungan dalam bertindak sesuai kondisi dan konteks, juga kecenderungan berinteraksi. Hal itulah yang membuat setiap manusia mempunyai keunikan yang berbeda-beda, kepribadian merupakan kumpulan tingkah laku dan karakteristik mental yang khas pada setiap individu. Kepribadian umumnya dipercaya relatif stabil sepanjang waktu dan konsisten dengan konteks, situasi dan interkasi  (Allport, 1936; Funder, 2001).
       Selama bertahun-tahun, Sains telah mengidentifikasi dan mempelajari aspek-aspek spesifik dari kepribadian dengan definisi luas yang dapat membantu individu untuk memahami konsep kepribadian dari semua level analisis. Pada bab ini kita membahas dua pendekatan dalam kepribadian lintas budaya,
1.      Trait adalah karakteristik atau kualitas yang membedakan individu, seperti: konsisten, perasaan, dan pemikiran yang biasanya individu tampilkan. Contoh; seorang yang dikatakan outgoing biasanya mempunyai pola tingkah laku yang spesifik seperti memulai percakapan, nyaman bertemu dengan orang baru, dan ekspresif. Pendekatan dalam psikologi memiiliki area kepribadian yang panjang dan kaya yang dikenal dengan psikologi trait.
2.      Identity, yang mencakup peran kita dalam hidup, kumpulan peran dan pengalaman hidup, sejarah, nilai dan motivasi (Markus & Kitayama, 1998; Wood & Roberts, 2006). Kepribadian kita terbentuk dari pengulangan peran, pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang terjadi sepanjang perjalanan hidup- dan menghasilkan sejarah yang terdiri atas kumpulan pengalaman peran. Pengalaman merupakan poin penting kepribadian disamping mencakup, sejarah, nilai dan motivasi  (Roberts, 2006).
      
Perspektif
1.    Pendekatan Antropologi
Kontribusi terbaru kedalam kepribadian budaya datang dari Antropologi. Margaret Mead, Edward Sapir, Weston Labarre, Ruth Benedict, Ralph Linton, Cora DuBois, dan Abraham Kardiner mengembangkan teori tentang kepribadian dan budaya yang menjadi perbandingan kepribadian lintas budaya dengan psikologi dewasa ini (see review in Piker, 1998). Konsep “karakter nasional” yang sangat populer sekarang mengacu pada pemikiran bahwa setiap budaya mempunyai tipe kepribadian. Meskipun mengakui kontribusi biologis terhadap kepribadian, antropologi berpandangan bahwa kepribadian sebagai bentuk hasil pengaruh kekuatan-kekuatan unik setiap budaya. Berpandangan bahwa atribut lebih penting untuk mempelajari mekanisme psikologis dan kepribadian melalui praktik lingkungan budaya daripada faktor biologis dan evolusi. Bahwa perkembangan kepribadian ditentukan pada masa kanak-kanak sesuai dengan ciri unik setiap budaya.
2.        Pendekatan Psikologi Lintas Budaya
Psikologi Antropologi memberikan kontribusi besar pada studi budaya dan kepribadian pada abad ke-20. Hingga kemudian psikologi lintas-budaya yang fokus pada sifat-sifat (trait) juga turut berkontribusi (lihat tinjauan oleh Church & Lonner, 1998). Pendekatan ini umumnya memandang kepribadian sebagai sesuatu yang berbeda dan terpisah dari budaya. Berbeda dengan pendekatan antropologis budaya, pendekatan lintas-budaya cenderung melihat kepribadian sebagai fenomena etik atau universal.
Penelitian lintas-budaya tentang kepribadian berkaitan dengan ciri-ciri kepribadian budaya tertentu. Psikologi lintas budaya menggambarkan kepribadian pribumi memiliki kepribadian dan karakteristik khas yang hanya ditemukan dalam budaya tertentu (untuk informasi lebih lanjut, lihat ulasan oleh Ho, 1998; Diaz-Loving, 1998). Jenis studi ini, meskipun bersifat psikologis, sangat dipengaruhi oleh pendekatan dan pemahaman oleh pandangan antropologis tentang budaya dan kepribadian.
3.    Perspektif budaya
Perspektif ini (Shweder, 1979a, 1979b, 1980,/ 1991; Markus & Kitayama, 1998). Melihat budaya dan kepribadian bukan sebagai entitas yang terpisah, tetapi sebagai sistem yang dibentuk bersama di mana masing-masing menciptakan dan memelihara yang lain.
Perspektif kultural berasumsi bahwa proses-proses psikologis menurut fungsinya,, tidak hanya dipengaruhi oleh budaya. Perspektif budaya mengasumsikan bahwa kepribadian mengambil peran dalam menciptakan budaya. Budaya dan kepribadian paling tepat untuk dianalisis bersama sebagai dinamika konstitusi bersama. Pendekatan psikologi budaya tidak secara otomatis mengasumsikan bahwa semua perilaku dapat dijelaskan dengan kelompok kategori dan dimensi yang sama, melainkan pertama-tama menguji apakah dimensi, konsep, atau kategori yang diberikan itu bermakna dan bagaimana ia digunakan dalam konteks budaya tertentu. (Markus & Kitayama, 1998, hal. 66)

        Perspektif budaya sangat dipengaruhi oleh antropologi budaya, sebagaimana lintas budaya berpengaruh pada psikologi pribumi dan kepribadian (lihat Kim, 2001). awalnya, tidak mungkin psikologi lintas budaya dapat diterima secara universal dan menyusul mekanisme biologis dan genetik yang mendasari universalitas. Yang menunjukkan bahwa tidak ada dua budaya yang sama, kepribadian yang membentuk budaya tersebut secara fundamental berbeda karena konstitusi bersama budaya dan kepribadian dalam setiap lingkungan budaya berbeda.
     Jadi hari ini, ada dua perspektif utama dalam psikologi budaya yang berkaitan dengan pemahaman kepribadian:
1.      Satu perspektif, berakar pada studi tentang sifat-sifat (trait), menunjukkan bahwa organisasi dan dimensi kepribadian bersifat universal (secara biologis adalah bawaan).
2.      Perspektif lain berakar pada pribumi, perspektif budaya menjadikan kepribadian sebagai identitas, menunjukkan bahwa kepribadian bergantung pada budaya di mana mereka ada, dan menolak gagasan universalitas.

Untuk dapat memahami fenomena merupakan tantangan terbesar yang dihadapi bidang psikologi budaya ini. Di bawah ini terdapat beberapa bukti penelitian untuk kedua perspektif tersebut, dan menggambarkan perspektif terpadu yang menunjukkan bahwa pendekatan universal dan pribumi tidak selalu saling bertentangan satu sama lain.



Mengukur Kepribadian di Seluruh Kebudayaan.
            Sebelum menyelidiki apa yang kita ketahui di bidang ini, kita perlu menghadapi salah satu masalah paling serius dalam semua penelitian lintas budaya tentang kepribadian: apakah kepribadian dapat diukur secara valid dan reliabel di berbagai budaya. Jika metode menilai kepribadian tidak berlaku pada lintas budaya, maka hasil penelitian menggunakan metode ini tidak dapat dipercaya untuk memberikan penggambaran yang akurat tentang kesamaan kepribadian atau perbedaan antar budaya.
Masalah ini secara langsung terkait dengan perbedaan perspektif yang dibahas di atas. Bahwa
a)    Perspektif kepribadian universal mengasumsikan, bahwa ada aspek kepribadian yang mencakup seluruh budaya, mereka dapat diukur dengan cara yang sama, dan bahwa hasil dari pengukuran tersebut dapat dibandingkan. Sedangkan,
b)   perspektif pribumi akan menunjukkan bahwa aspek kepribadian cenderung khusus di setiap budaya, sulit untuk membuat ukuran kepribadian yang memiliki arti yang sama (dan validitas)  berlaku universal. Dengan demikian, ketika mempertimbangkan pengukuran kepribadian lintas budaya, pertama-tama kita harus mempertimbangkan aspek kepribadian yang sedang diukur dan perspektif teoritis dari peneliti mengukurnya.
            Jika seseorang mengasumsikan bahwa ada aspek kepribadian yang dapat diukur dan dibandingkan, maka terdapat pertanyaan penting mengenai pengukurannya. Sebagian besar ukuran kepribadian yang digunakan dalam penelitian lintas-budaya pada awalnya dikembangkan dalam bahasa tunggal dan budaya tunggal dan divalidasi dalam bahasa dan budaya itu sendiri. Bukti psikometrik yang biasanya digunakan untuk menunjukkan keandalan dan validitas suatu ukuran dalam budaya tunggal melibatkan pemeriksaan reliabilitas internal, testretest, dan paralel, validitas konvergen dan prediktif, dan replikabilitas struktur faktor yang terdiri dari berbagai skala pengujian. Padahal untuk mendapatkan semua jenis bukti psikometrik untuk reliabilitas dan validitas suatu tes, para peneliti harus benar-benar menghabiskan bertahun-tahun melakukan studi yang tak terhitung banyaknya yang membahas setiap masalah khusus ini. Ukuran terbaik dari kepribadian — serta semua konstruksi psikologis lainnya — memiliki bukti psikometrik yang mendukung mereka.
Praktik yang umum banyak terjadi pada studi lintas budaya kepribadian adalah untuk mengambil skala kepribadian yang telah dikembangkan di satu negara atau budaya - paling sering Amerika Serikat - dan menerjemahkannya menggunakan budaya lain. Akibatnya, para peneliti hanya berasumsi bahwa dimensi kepribadian yang diukur dengan skala itu setara antara dua budaya, dan bahwa metode pengukuran dimensi itu secara psikometrik valid dan dapat diandalkan. Dengan demikian, banyak penelitian yang memaksakan konsep tersebut pada budaya yang dipelajari (Church & Lonner, 1998). Namun, secara realistis, seseorang tidak dapat menyimpulkan bahwa dimensi kepribadian yang diwakili dipaksa secara ekivalen dan  terwakili dalam semua budaya sebuah penelitian.
Fakta bahwa skala kepribadian telah digunakan dalam penelitian lintas budaya bukanlah bukti yang cukup bahwa domain kepribadian yang mereka ukur memang ekivalen dalam budaya tersebut. Bahkan, ketika penelitian ini dilakukan, salah satu perhatian utama peneliti adalah apakah skala kepribadian yang digunakan dalam dapat mengukur dimensi kepribadian dengan andal dalam semua budaya yang dipelajari. Kesetaraan ukuran untuk semua budaya yang bersangkutan, serta validitas psikometrik dan reliabilitasnya, adalah perhatian utama dalam penelitian lintas budaya jika hasilnya dianggap valid, bermakna, dan berguna.
Ukuran validasi budaya lintas kepribadian membutuhkan bukti psikometrik dari semua budaya di mana tes akan digunakan. Oleh karena itu, para peneliti yang tertarik dalam studi lintas budaya kepribadian harus memilih instrumen yang telah terbukti memiliki sifat psikometrik yang dapat diterima dalam budaya yang diminati. Ini jauh dari sekadar memilih tes yang menarik dan menerjemahkannya untuk digunakan dalam budaya lain. Setidaknya, kesetaraan sifat psikometriknya harus ditetapkan secara empiris, tidak diasumsikan atau diabaikan (Matsumoto & Van de Vijver, 2011).
Data yang membahas bukti psikometrik yang diperlukan untuk memvalidasi tes target budaya akan memberikan jalan  aman yang dengannya kesetaraan tersebut dapat ditunjukkan. Jika data tersebut ada, mereka dapat digunakan untuk mendukung kesetaraan psikometrik. Jika data tersebut tidak menawarkan dukungan tingkat tinggi (koefisien reliabilitas lebih rendah, atau struktur faktor tidak persis setara), itu tidak berarti bahwa pengujian secara keseluruhan tidak setara. Sebenarnya ada beberapa penjelasan alternatif mengapa data tersebut mungkin tidak sekuat target budaya seperti budaya di mana tes tersebut awalnya dikembangkan. Paunonen dan Ashton (1998) menguraikan dan mendeskripsikan sepuluh kemungkinan seperti itu, mulai dari terjemahan tes yang buruk dan masalah gaya respons hingga metode analitik yang berbeda. Jadi, jika tes digunakan pada budaya lain sifat psikometrik dan datanya tidak sekuat pada budaya aslinya, masing-masing kemungkinan ini harus diperiksa sebelum menyimpulkan bahwa tes tersebut tidak valid secara psikometrik atau reliabel. Dalam banyak kasus, masalahnya mungkin kecil dan dapat diperbaiki.
Untungnya, banyak studi baru di bidang ini sangat sensitif terhadap masalah tersebut, yang telah mengambil langkah untuk memastikan beberapa derajat kesetaraan psikometrik lintas budaya dalam ukuran kepribadian. Tes menilai sifat memiliki sejarah panjang dalam penelitian lintas-budaya, dan peneliti telah membahas masalah kesetaraan lintas-budaya dan validitas tindakan mereka selama bertahun-tahun. The NEO PI-R, misalnya, dan selanjutnya NEO PI3, yang digunakan dalam banyak studi trait, telah mengalami reliabilitas lintas-budaya yang luas, validitas, dan pengujian kesetaraan (Costa & McCrae, 1992; McCrae, Costa, & Martin, 2005). Temuan serupa telah diperoleh menggunakan tes trait lain, seperti Inventarisasi Psikologi California, Skala Kepribadian Comrey, 16 Personality Factors Questionnaire, Survei Temperamen Pavlovian, Formulir Penelitian Kepribadian, dan Kuesioner Kepribadian Nonverbal (Paunonen & Ashton, 1998). Studi menunjukkan bahwa hubungan antara sifat dan penyesuaian, kemungkinan sumber-sumber biologis dari trait juga memberikan dukungan kepada validitas lintas-budaya. Dengan demikian, temuan-temuan penelitian yang kami laporkan di bawah ini tentang ciri-ciri dan dimensi kepribadian telah mencapai ukuran setara dan valid.



A.  BIG FIVE PERSONALITY
Five Factor Model atau lebih dikenal dengan big five adalah model konseptual yang dibangun pada lima dimensi personal yang berbeda dan mendasar yang tampaknya universal bagi manusia. Lima dimensi tersebut adalah neurotisisme, extraversion, openness, agreeableness dan conscientiousness. FFM dikaji setelah sejumlah peneliti memperhatikan banyak nya persamaan dalam dimensi kepribadian. Salah satu peneliti terkemuka tentang kepribadian dan budaya adalah Robert R. McCrae, yang menerbitkan data laporan diri untuk 26 negara pada tahun 2001. Pada tahun 2002, basis data diperluas menjadi 36 budaya. Secara kolektif, studi ini memberikan bukti yang meyakinkan dan substansial untuk mendukung bahwa FFM terdiri dari neurotisisme, extraversion, openness, agreeableness dan conscientiousness. Salah satu FFM yang paling banyak digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah inventarisasi Kepribadian NEO yang telah direvisi menjadi NEO PI-3. Ini merupakan sebuah instrument yang terdiri dari 240 item dimana responden memberikan penlianan antara setuju atau tidak setuju terhadap item-item tersebut. Instumen-instrumen ini telah digunakan dalam banyak penlitian pada budaya yang berbeda. Hal tersebut memberikan skor pada lima ciri-ciri kepribadian, dua ciri yang penting untuk mengga,barkan perbedaan perilaku yaitu ekstraversion dan neurotisisme. Yang pertama mengacu pada sejauh mana seorang individu mengalami emosi positif, bersifat terbuka, ekspresif dan mudah bergaul. Yang terakhir mengacu pada tingkat stabilitas emosi dalam satu individu.




Dimensi
Traits
Openness
Kreatif, inovatif, imajinatif, bebas, penasaran
Conscientiousness
Teliti, teratur, tepat waktu, bekerja keras, ambisius, gigih
Extraversion
Penuh kasih sayang, banyak bicara, menyukai kesenangan, bersemangat, mudah bergaul
Agreeableness
Berhati lembut, dermawan, mudah percaya, ramah, bersabar, toleran
Neuroticsm
Pencemas, sentimental, emosional, temperamental, rentan

Kelima dimensi diatas dapat diandalkan untuk menggambarkan kepribadian individu dalam budaya ini. Dalam pandangan evolusioner, dimensi-dimensi seperti conscientiousness mengacu pada tingkat organisasi, ketekunan, motivasi dalam perilaku yang diarahkan pada tujuan. Neuroticism memiliki kecenderungan untuk mengalami emosi negative, kerentanan terhadap stress, stabilitas emosional. Budaya secara substansial dapat mempengaruhi tingkat rata-rata kepribadian dan nilai-nilai tentang berbagai sifat manusia. Budaya mendefinisikan konteks, termasuk siapa yang terlibat, apa yang terjadi, dimana itu terjadi, dan sejenisnya.. oleh karena itu budaya memainkan peran penting dalam menghasilkan manifestasi perilaku spesifik yang unik. 

Pendekatan Evolusioner
Untuk menjelaskan universalitas FFM, beberapa (misalnya, MacDonald, 1998) telah menyarankan pendekatan evolusi. Pendekatan ini menempatkan universalitas keduanya kepentingan manusia dan mekanisme neurofisiologis yang mendasari varian-varianasi. Struktur kepribadian dipandang sebagai mekanisme psikologis universal, a produk seleksi alam yang melayani fungsi sosial dan non-sosial di Indonesia pemecahan masalah dan adaptasi lingkungan. Berdasarkan teori ini, orang akan melakukannya berharap menemukan sistem serupa pada hewan yang melayani fungsi adaptif serupa, dan orang akan mengharapkan sistem kepribadian diatur dalam otak sebagai diskrit sistem neurofisiologis. Salah satu pertanyaan kunci tentang FFM yang berkembang Perspektif akuntansi membawa, misalnya, kekhawatiran mengapa ciri-ciri sosial yang tidak diinginkan seperti Neuroticism telah dilestarikan melalui evolusi (Penke, Denissen, & Miller, 2007). Dalam pandangan evolusioner, sifat-sifat seperti Conscientiousness (yang mengacu pada tingkat organisasi, ketekunan, kontrol, dan motivasi dalam perilaku yang diarahkan pada tujuan ior), Neuroticism (kecenderungan untuk mengalami emosi negatif, kerentanan terhadap stres, stabilitas emosional), dan komponen lain dari FFM dianggap mencerminkan variasi stabil dalam sistem yang melayani fungsi adaptif kritis. Teliti- ness, misalnya, dapat membantu individu untuk memantau lingkungan untuk bahaya dan hukuman yang akan datang, dan untuk bertahan dalam tugas yang tidak secara intrinsik bermanfaat (MacDonald, 1998). Neurotisisme mungkin adaptif karena itu membantu memobilisasi sumber daya perilaku dengan memoderasi gairah dalam situasi yang membutuhkan pendekatan atau penghindaran.
Menurut MacDonald (1991, 1998), pendekatan evolusioner ini menunjukkan a model hierarkis di mana “perilaku yang berkaitan dengan kepribadian terjadi di beberapa level berdasarkan pada aspek motivasi dari sistem kepribadian yang berevolusi ”(hal. 130). Dalam model ini, manusia memiliki kecenderungan motif yang berevolusi — misalnya, keintiman, keselamatan — yang dilayani oleh seperangkat disposisi kepribadian universal yang membantu individual mencapai tujuan afektif mereka dengan mengelola pribadi dan lingkungan sumber daya. Manajemen sumber daya ini mengarah ke kekhawatiran, proyek, dan tugas, yang pada gilirannya mengarah ke unit tindakan atau perilaku tertentu di mana individu mencapai tujuan yang ditentukan oleh disposisi motif yang berevolusi (lihat Gambar 10.2). Perhatikan bahwa model ini — dan asumsi tentang universalitas FFM dibuat oleh McCrae dan Costa dan lainnya (misalnya, McCrae & Costa, 1997) -tidak meminimalkan pentingnya keragaman budaya dan individu. Budaya secara substansial dapat mempengaruhi kepribadian melalui sumber daya, struktur sosial, dan sistem sosial yang tersedia di lingkungan tertentu untuk membantu mencapai tujuan. Budaya bisa oleh karena itu mempengaruhi tingkat rata-rata kepribadian dan nilai-nilai tentang berbagai orang-sifat ality. Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, budaya "tidak dapat disangkal relevan dalam pengembangan
karakteristik dan adaptasi yang memandu ekspresi kepribadian dalam pikiran,perasaan, dan perilaku ”(McCrae et al., 1998). Budaya mendefinisikan konteks dan memberikan makna diferensial untuk komponen konteks, termasuk siapa terlibat, apa yang terjadi, di mana itu terjadi, dan sejenisnya. Budaya, oleh karena itu,memainkan peran penting dalam menghasilkan manifestasi perilaku spesifik — yang unit aksi spesifik - bahwa individu akan terlibat untuk mencapai apa yang mungkin menjadi kesatuan tujuan afektif versal. Sebuah struktur kepribadian universal, bagaimanapun, dianggap menjadi mekanisme dimana tujuan tersebut tercapai melalui keseimbangan dan interaksi -tion dengan budaya.

STUDI CROSS-CULTURAL PADA DIMENSI KEPRIBADIAN LAINNYA
Apakah Ada Lebih dari Lima Sifat yang Universal?
Penelitian yang mendokumentasikan ketahanan FFM ciri - ciri kepribadian di sekitar dunia jelas telah memberikan kontribusi besar pada pemahaman kita tentang kepribadian organisasi dan budaya. Meski demikian, ada beberapa baris penelitian yang menantang apakah lima faktor sudah cukup. Salah satu tantangan ini adalah itu, karena FFM pada dasarnya dibuat di Amerika Serikat oleh para peneliti Amerika, mungkin itu adalah kasus yang pengukurannya hilang faktor penting lainnya tidak dimaksudkan untuk menjadi diukur di tempat pertama.
Keterkaitan Interpersonal Satu jalur penelitian penting telah dipimpin oleh Fanny Cheung dan rekan (2001). Mereka memulai pekerjaan mereka dengan gagasan bahwa FFM mungkin kehilangan beberapa fitur penting dari kepribadian di Asia, dan spesifik penghitungan Cina. Secara khusus, mereka berpikir bahwa tidak ada ciri-ciri FFM yang ditangani dengan baik masalah hubungan, yang merupakan pusat di Cina (serta banyak budaya di sekitar Dunia). Jadi, mereka mengembangkan apa yang awalnya mereka anggap sebagai skala pribumi dirancang untuk mengukur kepribadian di China yang mencakup ciri-ciri berikut:
   Harmoni, yang mengacu pada kedamaian batin seseorang, kepuasan, interper-harmoni pribadi, penghindaran konflik, dan pemeliharaan ekuilibrium;
  Ren Qing (orientasi hubungan), yang mencakup kepatuhan pada norma-norma budaya interaksi berdasarkan timbal balik, pertukaran bantuan sosial, dan pertukaran kasih sayang sesuai dengan aturan implisit;
  Modernisasi, yang direfleksikan oleh perubahan kepribadian sebagai respon terhadap masyarakatbmodernisasi dan sikap terhadap kepercayaan tradisional Tionghoa;
  Hemat vs Pemborosan, yang menyoroti keutamaan tradisional menabung daripada membuang-buang dan ketelitian dalam membelanjakan, berbeda dengan kemauan untuk menghabiskan uang untuk tujuan hedonistik; • Ah-Q Mentalitas (defensif), yang didasarkan pada karakter yang populer Novel Cina di mana mekanisme pertahanan rakyat Cina, termasuk-rasionalisasi yang melindungi diri sendiri, eksternalisasi menyalahkan, dan meremehkan prestasi orang lain, disindir; • Wajah, yang menggambarkan pola orientasi secara internasional dan hirarkis koneksi yang kaku dan perilaku sosial untuk meningkatkan wajah seseorang dan untuk menghindari kehilangan wajah seseorang (Cheung, Leung, Zhang, Sun, Gan, Song et al., 2001) (hlm. 408). Secara kolektif, Cheung dan rekannya telah menamai dimensi ini "Interper- Keterkaitan batin. ”Meskipun awalnya mereka menemukan dukungan untuk keberadaan ini dimensi dalam studi mereka tentang daratan dan Hong Kong Cina, mereka juga telah membuat membuat versi bahasa Inggris dari skala mereka dan mendokumentasikan keberadaan Interper-Dimensi keterkaitan sonal dalam sampel dari Singapura, Hawaii, Midwestern Amerika Serikat, dan dengan Cina dan Eropa Amerika (Cheung, Cheung, Leung, Ward, & Leong, 2003; Cheung et al., 2001; Lin & Church, 2004).
Struktur Kepribadian Filipina Bidang penelitian utama lainnya yang menantang apakah FFM cukup berasal dari studi tentang struktur kepribadian di Filipina. tidak ada yang dipimpin oleh Gereja dan rekan kerja. Dalam penelitian awal, mereka mengidentifikasi banyak ciri seperti yang mereka bisa yang ada dalam bahasa Filipina, dan meminta siswa Filipina untuk menilai mereka, sama seperti pada tes kepribadian apa pun. Studi awal menggunakan statistik yang sama teknik kal yang telah digunakan untuk menguji FFM digunakan dan menunjukkan itu tujuh, bukan lima, dimensi diperlukan untuk menggambarkan kepribadian Filipina quately (Gereja, Katigbak, & Reyes, 1998; Gereja, Reyes, Katigbak, & Grimm,1997). Dua sifat tambahan adalah Tempermentalness dan Self-Assurance. Faktanya, jenis temuan serupa ditemukan sebelumnya dengan sampel berbahasa Spanyol di Eropa juga (Benet-Martinez & Waller, 1995, 1997).Dalam salah satu studi mereka selanjutnya, Gereja dan rekan (Katigbak, Gereja,Guanzon-Lapena, Carlota, & del Pilar, 2002) menggunakan dua orang pribumi Filipina-skala ality yang mencakup total 463 kata sifat sifat, dan versi bahasa Filipina dari NEO PI-R untuk mengukur FFM, dan meminta 511 mahasiswa di Philip-pinus untuk menyelesaikan langkah-langkah ini. Analisis statistik menunjukkan bahwa ada tumpang tindih dalam dimensi kepribadian yang muncul dari Filipina skala dan FFM yang diukur oleh NEO PI-R. Namun, ada beberapa faktor pribumi muncul, termasuk Pagkamadaldal (Keingintahuan Sosial), Pagkamapagsapalaran (Risiko-Mengambil), dan Religiusitas. Ciri-ciri terakhir ini sangat penting dalam memprediksi perilaku seperti merokok, minum, berjudi, berdoa, toleransi terhadap homoseksual-itu, dan toleransi hubungan pranikah dan luar nikah, di atas dan di luar apa dapat diprediksi oleh FFM.
Dominasi Pada pertengahan abad ke-20, para psikolog Eropa menyarankan "Kepribadian otoriter," dan mengembangkan skala untuk mengukurnya (Adorno, Frenkel-Brunswik, & Levinson, 1950). Dimensi ini terkait dengan konsep dominasi, dan mengacu pada fakta bahwa orang berbeda dalam ketergantungan mereka pada otoritas dan perbedaan status hierarkis di antara para interactant. Hofstede, Bond, dan Luk(1993) menganalisis data dari 1.300 individu di Denmark dan Belanda, dan menemukan enam dimensi kepribadian. Lima di antaranya terkait dengan FFM; ke enam, Namun, tidak demikian. Para peneliti memberi label "Otoritarianisme" ini. Sebenarnya, Dominasi adalah sifat yang muncul dalam studi tentang kepribadian paramals. King and Figueredo (1997), misalnya, mempresentasikan 43 sifat sifat dengan rep-barang-barang yang disesali dari FFM kepada para pelatih kebun binatang yang bekerja dengan simpanse di usia 12 tahun kebun binatang. Para pelatih diminta untuk mendeskripsikan simpanse dalam hal kata sifat disediakan. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan antara kebun binatang, dan reli interrater kemampuan di antara para penilai tinggi. Analisis faktor peringkat menghasilkan enam faktor, lima di antaranya berhubungan dengan FFM; yang keenam berhubungan dengan dominasi. Itu temuan yang sama telah dilaporkan dalam studi orangutan dan simpanse (Peder - putra, Raja, & Landau, 2005; Weiss, King, & Enns, 2002; Weiss, King, & Figueredo, 2000), dan menunjukkan bahwa Dominasi adalah sifat yang diwariskan di antara hewan.
Ringkasan Sampai saat ini, upaya untuk menemukan sifat universal lainnya tidak bertentangan dengan FFM, tetapi tambahkan saja. Pertanyaan yang belum terselesaikan menyangkut apa yang lain dimensi, jika ada, dapat diandalkan di seluruh budaya. Temuan yang dilaporkan di atas adalah memang menjanjikan dalam hal jawaban untuk pertanyaan ini, tetapi tentu saja jauh lebih banyak penelitian diperlukan di berbagai budaya yang lebih luas untuk mengukur komparabilitasnya dengan FFM. Pendekatan pribumi lain untuk mempelajari sifat-sifat juga telah terjadi dikembangkan di negara-negara seperti India, Korea, Rusia, dan Yunani (Allik et al., 2009; Cheung, Cheung, Wada, & Zhang, 2003; Saucier, Georgiades, Tsaousis, & Goldberg, 2005). Ini, dan pendekatan lainnya, diharapkan akan memberi penjelasan lebih lanjut topik penting ini di masa depan. Yang pasti, kita harus jelas tentang perbedaan antara FFM, yaitu model kepribadian universal, dan FFT, yang merupakan teori tentang sumber dari sifat-sifat itu. Sangat mungkin bahwa FFM akan diubah dalam masa depan untuk memungkinkan kemungkinan sifat lain, tetapi untuk teori yang mendasari mereka menjadi sama. Atau bisa jadi FFM akan menjadi yang paling reli tetapi teori akuntansi untuk sumber sepenuhnya salah. Jumlah sifat-sifat yang universal dan dari mana mereka berasal adalah dua masalah yang perlu kita pertahankan terpisah dalam pikiran kita.


Refrensi :
Matsumoto, Linda Juang-Culture and Psychology-Wadsworth (2013)

Komentar

Pink Hair Girl, Cute