Kata Pengantar
Bismillahirrahmaanirrahiim,,
Alhamdulillah penulis ucapkan Syukur atas kehadirat Yang Maha Esa
yang dengan Rahmat dan Pertolongan-Nya yang tak terhitung penulis mampu
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada penyemangat hari saya, manusia sempurna Waliyulloh, Nabi
Muhammad SAW, yang dengan keberaiannya mendakwahkan Diinul Islam sampai pada
hari ini Alhamdulillah penulis mendapatkan motifasi juga semangat menyelesaikan
makalah ini.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi budaya dan Pribumi, dengan topik pembahasan BIG FIVE PERSONALITY,
merupakan pembahasan yang sayang untuk dilewatkan. Seperti yang kita ketahui
bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Alloh (Sang Kholiq) yang paling sempurna
karena dibekali akal, karenanya para filsuf terdahulu telah membahas manusia
dengan segala keunikannya. Bahkan Dosen saya pernah berkata “kenapa manusia itu
sulit diatur?” penulis berpikir banyak hal terkait, karena manusia mahluk yang
seringkali digoda syetan, karena manusia mahluk yang menginginkan kebebasan dan
berbagai pikiran lainnya. Dan ternyata jawabannya adalah “karena manusia mahluk
yang berpikir” jawaban singkat yang menjawab pertanyaan itu.
Manusia mahluk yang diberi akal, karena mempunyai akal-lah manusia
diberi kebebasan untuk bertindak (Free Will), tingkah laku manusia
bahkan seringkali mempunyai ciri khas seriap individunya. Dan hal inilah yang
akan dibahas di makalah ini, dimana para ilmuan telah melakukan penelitian
terkait pengelompokan kepribadian manusia di dunia, mereka mengelompokkan
kepribadian menjadi 5 sub yang disebut dengan BIG FIVE PERSONALITY. Untuk dapat
mengetahui lebih lanjut mengenai teori ini kita akan belajar secara sistematis
dalam makalah ini.
Bandung,
15 September 2018
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan........................................................................................... 1
A.
Latar belakang.................................................................................... 1
B.
Rumusan masalah............................................................................... 1
C.
Tujuan................................................................................................. 1
Bab II Pembahasan...........................................................................................
A.
Apa itu
Kepribadian...........................................................................
B.
Pengertian
Psikologi lintas budaya.....................................................
C.
Teori Big Five
Personality..................................................................
Bab III Penutup................................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
Daftar Pustaka..................................................................................................
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Sebelumnya kita telah mendengar atau mungkin mengetahui beberapa
pendekatan tentang trait seperti yang dikemukakan oleh Allport, Eysent dan
lain-lain. Namun semua teori tersebut mengandalkan sudut pandang masing-masing
peneliti juga dari segi faktor analisis, jumlah dan juga dimensi alami trait
yang berbeda.
Perbedaan-perbedaan tersebut menjadi sebuah perbincangan karena
menyebabkan buramnya pemakaian dari trait-trait tersebut, padahal pada dasarnya
setiap manusia mempunyai keunikan masing-masing. Dan ternyata keunikan tersebut
membuat para peneliti termotivasi mengadakan perubahan agar trait-trait
tresebut dapat dipahami dengan kesatuan pemahaman yang sama.
Setelah bertahun-tahun para peneliti belum mendapatkan kesatuan
pemahaman mengenai trait hingga terjadi kekacauan dan mengalami perdebatan.
Para peneliti mulai berpikir bahwa dimensi yang dicetuskan oleh Cattel sebanyak
16 terlalu berlebihan, dan kebanyakan study analisis hanya melibatkan 5 dari
banyaknya dimensi, juga hanya membawa 3 dimensi Eysenck sehingga terdapat
peneliti yang mengatakan 5 dimensi tersebut sudah cukup untuk mencakup struktur
kepribadian.
Akhirnya sejak tahun 1980 terjadi peningkatan kualitas dan
metode-metode modern khususnya pada faktor analisis sehingga semua
peneliti-peneliti trait menyetujui bahwa perbedaan individu dapat dikelompokkan
menjadi 5 besar komponen, komponen disebut dengan BIG FIVE trait theory.
Theory ini pertama kali diperkenalkan oleh Lewis R. Goldberg tahun
1981, tokoh lain antara lain Allport yang menyumbangkan penelitian yang
bergantung pada hipotesis Lexical, tokoh lain adalah McCrae. Paul Costa, Selain
itu Cattel disebut sebagai bapak Intelektual teori ini,
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah itu
Kepribadian
2. Apakah itu
Psikologi Lintas budaya
3. Mengetahui
Teori Big Five Prsonality
C.
Tujuan
Penyusunan
makalah ini antara lain bertujuan untuk
1. Mengetahui
apa itu kepribadian
2. Mengetahui
apa itu Psikologi linta Budaya
3. Mengetahui
Teori Big five Personality
4. Memenuhi
tugas Mata Kuliah Psikologi Budaya dan Pribumi
Pembahasan
A. Kepribadian
Kepribadian adalah
sebuah konsep yang mengacu pada aspek-aspek karakteristik unik setiap individu yang
merupakan kumpulan dari tingkah laku yang sering dilakukan, trait, atau
kecenderungan dalam bertindak sesuai kondisi dan konteks, juga kecenderungan berinteraksi.
Hal itulah yang membuat setiap manusia mempunyai keunikan yang berbeda-beda, kepribadian
merupakan kumpulan tingkah laku dan karakteristik mental yang khas pada setiap
individu. Kepribadian umumnya dipercaya relatif stabil sepanjang waktu dan
konsisten dengan konteks, situasi dan interkasi (Allport, 1936; Funder, 2001).
Selama bertahun-tahun,
Sains telah mengidentifikasi dan mempelajari aspek-aspek spesifik dari
kepribadian dengan definisi luas yang dapat membantu individu untuk memahami
konsep kepribadian dari semua level analisis. Pada bab ini kita membahas dua
pendekatan dalam kepribadian lintas budaya,
1.
Trait
adalah karakteristik atau kualitas yang membedakan individu, seperti: konsisten,
perasaan, dan pemikiran yang biasanya individu tampilkan. Contoh; seorang yang
dikatakan outgoing biasanya mempunyai pola tingkah laku yang spesifik seperti
memulai percakapan, nyaman bertemu dengan orang baru, dan ekspresif. Pendekatan
dalam psikologi memiiliki area kepribadian yang panjang dan kaya yang dikenal
dengan psikologi trait.
2.
Identity,
yang mencakup peran kita dalam hidup, kumpulan peran dan pengalaman hidup, sejarah,
nilai dan motivasi (Markus & Kitayama, 1998; Wood & Roberts, 2006). Kepribadian
kita terbentuk dari pengulangan peran, pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang
terjadi sepanjang perjalanan hidup- dan menghasilkan sejarah yang terdiri atas
kumpulan pengalaman peran. Pengalaman merupakan poin penting kepribadian
disamping mencakup, sejarah, nilai dan motivasi
(Roberts, 2006).
Perspektif
1.
Pendekatan
Antropologi
Kontribusi terbaru
kedalam kepribadian budaya datang dari Antropologi. Margaret Mead, Edward
Sapir, Weston Labarre, Ruth Benedict, Ralph Linton, Cora DuBois, dan Abraham
Kardiner mengembangkan teori tentang kepribadian dan budaya yang menjadi
perbandingan kepribadian lintas budaya dengan psikologi dewasa ini (see review
in Piker, 1998). Konsep “karakter nasional” yang sangat populer sekarang
mengacu pada pemikiran bahwa setiap budaya mempunyai tipe kepribadian. Meskipun
mengakui kontribusi biologis terhadap kepribadian, antropologi berpandangan bahwa
kepribadian sebagai bentuk hasil pengaruh kekuatan-kekuatan unik setiap budaya.
Berpandangan bahwa atribut lebih penting untuk mempelajari mekanisme psikologis
dan kepribadian melalui praktik lingkungan budaya daripada faktor biologis dan
evolusi. Bahwa perkembangan kepribadian ditentukan pada masa kanak-kanak sesuai
dengan ciri unik setiap budaya.
2.
Pendekatan
Psikologi Lintas Budaya
Psikologi
Antropologi memberikan kontribusi besar pada studi budaya dan kepribadian pada
abad ke-20. Hingga kemudian psikologi lintas-budaya yang fokus pada sifat-sifat
(trait) juga turut berkontribusi (lihat tinjauan oleh Church & Lonner,
1998). Pendekatan ini umumnya memandang kepribadian sebagai sesuatu yang
berbeda dan terpisah dari budaya. Berbeda dengan pendekatan antropologis
budaya, pendekatan lintas-budaya cenderung melihat kepribadian sebagai fenomena
etik atau universal.
Penelitian lintas-budaya
tentang kepribadian berkaitan dengan ciri-ciri kepribadian budaya tertentu.
Psikologi lintas budaya menggambarkan kepribadian pribumi memiliki kepribadian
dan karakteristik khas yang hanya ditemukan dalam budaya tertentu (untuk informasi
lebih lanjut, lihat ulasan oleh Ho, 1998; Diaz-Loving, 1998). Jenis studi ini,
meskipun bersifat psikologis, sangat dipengaruhi oleh pendekatan dan pemahaman
oleh pandangan antropologis tentang budaya dan kepribadian.
3.
Perspektif
budaya
Perspektif ini (Shweder, 1979a, 1979b, 1980,/ 1991; Markus & Kitayama, 1998). Melihat budaya dan kepribadian bukan
sebagai entitas yang terpisah, tetapi sebagai sistem yang dibentuk bersama di
mana masing-masing menciptakan dan memelihara yang lain.
Perspektif kultural berasumsi bahwa proses-proses psikologis menurut
fungsinya,, tidak hanya dipengaruhi oleh budaya. Perspektif budaya
mengasumsikan bahwa kepribadian mengambil peran dalam menciptakan budaya.
Budaya dan kepribadian paling tepat untuk dianalisis bersama sebagai dinamika
konstitusi bersama. Pendekatan psikologi budaya tidak secara otomatis
mengasumsikan bahwa semua perilaku dapat dijelaskan dengan kelompok kategori
dan dimensi yang sama, melainkan pertama-tama menguji apakah dimensi, konsep,
atau kategori yang diberikan itu bermakna dan bagaimana ia digunakan dalam
konteks budaya tertentu. (Markus & Kitayama, 1998, hal. 66)
Perspektif budaya sangat dipengaruhi
oleh antropologi budaya, sebagaimana lintas budaya berpengaruh pada psikologi
pribumi dan kepribadian (lihat Kim, 2001). awalnya, tidak mungkin psikologi
lintas budaya dapat diterima secara universal dan menyusul mekanisme biologis
dan genetik yang mendasari universalitas. Yang menunjukkan bahwa tidak ada dua
budaya yang sama, kepribadian yang membentuk budaya tersebut secara fundamental
berbeda karena konstitusi bersama budaya dan kepribadian dalam setiap
lingkungan budaya berbeda.
Jadi hari ini, ada dua
perspektif utama dalam psikologi budaya yang berkaitan dengan pemahaman
kepribadian:
1.
Satu
perspektif, berakar pada studi tentang sifat-sifat (trait), menunjukkan bahwa
organisasi dan dimensi kepribadian bersifat universal (secara biologis adalah
bawaan).
2.
Perspektif
lain berakar pada pribumi, perspektif budaya menjadikan kepribadian sebagai
identitas, menunjukkan bahwa kepribadian bergantung pada budaya di mana mereka
ada, dan menolak gagasan universalitas.
Untuk
dapat memahami fenomena merupakan tantangan terbesar yang dihadapi bidang
psikologi budaya ini. Di bawah ini terdapat beberapa bukti penelitian untuk
kedua perspektif tersebut, dan menggambarkan perspektif terpadu yang
menunjukkan bahwa pendekatan universal dan pribumi tidak selalu saling
bertentangan satu sama lain.
Mengukur Kepribadian di Seluruh Kebudayaan.
Sebelum menyelidiki apa yang kita ketahui di bidang ini,
kita perlu menghadapi salah satu masalah paling serius dalam semua penelitian
lintas budaya tentang kepribadian: apakah kepribadian dapat diukur secara
valid dan reliabel di berbagai budaya. Jika metode menilai kepribadian
tidak berlaku pada lintas budaya, maka hasil penelitian menggunakan metode ini
tidak dapat dipercaya untuk memberikan penggambaran yang akurat tentang
kesamaan kepribadian atau perbedaan antar budaya.
Masalah ini secara langsung terkait dengan perbedaan perspektif
yang dibahas di atas. Bahwa
a)
Perspektif
kepribadian universal mengasumsikan, bahwa ada aspek kepribadian yang mencakup
seluruh budaya, mereka dapat diukur dengan cara yang sama, dan bahwa hasil dari
pengukuran tersebut dapat dibandingkan. Sedangkan,
b)
perspektif
pribumi akan menunjukkan bahwa aspek kepribadian cenderung khusus di setiap budaya,
sulit untuk membuat ukuran kepribadian yang memiliki arti yang sama (dan
validitas) berlaku universal. Dengan
demikian, ketika mempertimbangkan pengukuran kepribadian lintas budaya,
pertama-tama kita harus mempertimbangkan aspek kepribadian yang sedang diukur
dan perspektif teoritis dari peneliti mengukurnya.
Jika seseorang
mengasumsikan bahwa ada aspek kepribadian yang dapat diukur dan dibandingkan,
maka terdapat pertanyaan penting mengenai pengukurannya. Sebagian besar ukuran
kepribadian yang digunakan dalam penelitian lintas-budaya pada awalnya dikembangkan
dalam bahasa tunggal dan budaya tunggal dan divalidasi dalam bahasa dan budaya
itu sendiri. Bukti psikometrik yang biasanya digunakan untuk menunjukkan
keandalan dan validitas suatu ukuran dalam budaya tunggal melibatkan
pemeriksaan reliabilitas internal, testretest, dan paralel, validitas konvergen
dan prediktif, dan replikabilitas struktur faktor yang terdiri dari berbagai
skala pengujian. Padahal untuk mendapatkan semua jenis bukti psikometrik untuk
reliabilitas dan validitas suatu tes, para peneliti harus benar-benar
menghabiskan bertahun-tahun melakukan studi yang tak terhitung banyaknya yang
membahas setiap masalah khusus ini. Ukuran terbaik dari kepribadian — serta
semua konstruksi psikologis lainnya — memiliki bukti psikometrik yang mendukung
mereka.
Praktik yang umum banyak terjadi pada studi lintas budaya
kepribadian adalah untuk mengambil skala kepribadian yang telah dikembangkan di
satu negara atau budaya - paling sering Amerika Serikat - dan menerjemahkannya
menggunakan budaya lain. Akibatnya, para peneliti hanya berasumsi bahwa dimensi
kepribadian yang diukur dengan skala itu setara antara dua budaya, dan bahwa
metode pengukuran dimensi itu secara psikometrik valid dan dapat diandalkan.
Dengan demikian, banyak penelitian yang memaksakan konsep tersebut pada budaya
yang dipelajari (Church & Lonner, 1998). Namun, secara realistis, seseorang
tidak dapat menyimpulkan bahwa dimensi kepribadian yang diwakili dipaksa secara
ekivalen dan terwakili dalam semua
budaya sebuah penelitian.
Fakta bahwa skala kepribadian telah digunakan dalam penelitian
lintas budaya bukanlah bukti yang cukup bahwa domain kepribadian yang mereka
ukur memang ekivalen dalam budaya tersebut. Bahkan, ketika penelitian ini
dilakukan, salah satu perhatian utama peneliti adalah apakah skala kepribadian
yang digunakan dalam dapat mengukur dimensi kepribadian dengan andal dalam
semua budaya yang dipelajari. Kesetaraan ukuran untuk semua budaya yang
bersangkutan, serta validitas psikometrik dan reliabilitasnya, adalah perhatian
utama dalam penelitian lintas budaya jika hasilnya dianggap valid, bermakna,
dan berguna.
Ukuran validasi budaya lintas kepribadian membutuhkan bukti
psikometrik dari semua budaya di mana tes akan digunakan. Oleh karena itu, para
peneliti yang tertarik dalam studi lintas budaya kepribadian harus memilih
instrumen yang telah terbukti memiliki sifat psikometrik yang dapat diterima
dalam budaya yang diminati. Ini jauh dari sekadar memilih tes yang menarik dan
menerjemahkannya untuk digunakan dalam budaya lain. Setidaknya, kesetaraan
sifat psikometriknya harus ditetapkan secara empiris, tidak diasumsikan atau
diabaikan (Matsumoto & Van de Vijver, 2011).
Data yang membahas bukti psikometrik yang diperlukan untuk
memvalidasi tes target budaya akan memberikan jalan aman yang dengannya kesetaraan tersebut dapat
ditunjukkan. Jika data tersebut ada, mereka dapat digunakan untuk mendukung
kesetaraan psikometrik. Jika data tersebut tidak menawarkan dukungan tingkat
tinggi (koefisien reliabilitas lebih rendah, atau struktur faktor tidak persis
setara), itu tidak berarti bahwa pengujian secara keseluruhan tidak setara.
Sebenarnya ada beberapa penjelasan alternatif mengapa data tersebut mungkin
tidak sekuat target budaya seperti budaya di mana tes tersebut awalnya
dikembangkan. Paunonen dan Ashton (1998) menguraikan dan mendeskripsikan
sepuluh kemungkinan seperti itu, mulai dari terjemahan tes yang buruk dan
masalah gaya respons hingga metode analitik yang berbeda. Jadi, jika tes digunakan
pada budaya lain sifat psikometrik dan datanya tidak sekuat pada budaya
aslinya, masing-masing kemungkinan ini harus diperiksa sebelum menyimpulkan
bahwa tes tersebut tidak valid secara psikometrik atau reliabel. Dalam banyak
kasus, masalahnya mungkin kecil dan dapat diperbaiki.
Untungnya, banyak studi baru di bidang ini sangat sensitif terhadap
masalah tersebut, yang telah mengambil langkah untuk memastikan beberapa
derajat kesetaraan psikometrik lintas budaya dalam ukuran kepribadian. Tes
menilai sifat memiliki sejarah panjang dalam penelitian lintas-budaya, dan
peneliti telah membahas masalah kesetaraan lintas-budaya dan validitas tindakan
mereka selama bertahun-tahun. The NEO PI-R, misalnya, dan selanjutnya NEO PI3,
yang digunakan dalam banyak studi trait, telah mengalami reliabilitas
lintas-budaya yang luas, validitas, dan pengujian kesetaraan (Costa &
McCrae, 1992; McCrae, Costa, & Martin, 2005). Temuan serupa telah diperoleh
menggunakan tes trait lain, seperti Inventarisasi Psikologi California, Skala
Kepribadian Comrey, 16 Personality Factors Questionnaire, Survei Temperamen
Pavlovian, Formulir Penelitian Kepribadian, dan Kuesioner Kepribadian Nonverbal
(Paunonen & Ashton, 1998). Studi menunjukkan bahwa hubungan antara sifat
dan penyesuaian, kemungkinan sumber-sumber biologis dari trait juga memberikan
dukungan kepada validitas lintas-budaya. Dengan demikian, temuan-temuan
penelitian yang kami laporkan di bawah ini tentang ciri-ciri dan dimensi
kepribadian telah mencapai ukuran setara dan valid.
A.
BIG FIVE PERSONALITY
Five Factor Model atau lebih dikenal dengan big five adalah model
konseptual yang dibangun pada lima dimensi personal yang berbeda dan mendasar
yang tampaknya universal bagi manusia. Lima dimensi tersebut adalah
neurotisisme, extraversion, openness, agreeableness dan conscientiousness. FFM
dikaji setelah sejumlah peneliti memperhatikan banyak nya persamaan dalam
dimensi kepribadian. Salah satu peneliti terkemuka tentang kepribadian dan
budaya adalah Robert R. McCrae, yang menerbitkan data laporan diri untuk 26
negara pada tahun 2001. Pada tahun 2002, basis data diperluas menjadi 36
budaya. Secara kolektif, studi ini memberikan bukti yang meyakinkan dan
substansial untuk mendukung bahwa FFM terdiri dari neurotisisme, extraversion,
openness, agreeableness dan conscientiousness. Salah satu FFM yang paling
banyak digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah inventarisasi Kepribadian
NEO yang telah direvisi menjadi NEO PI-3. Ini merupakan sebuah instrument yang
terdiri dari 240 item dimana responden memberikan penlianan antara setuju atau
tidak setuju terhadap item-item tersebut. Instumen-instrumen ini telah
digunakan dalam banyak penlitian pada budaya yang berbeda. Hal tersebut
memberikan skor pada lima ciri-ciri kepribadian, dua ciri yang penting untuk
mengga,barkan perbedaan perilaku yaitu ekstraversion dan neurotisisme. Yang
pertama mengacu pada sejauh mana seorang individu mengalami emosi positif,
bersifat terbuka, ekspresif dan mudah bergaul. Yang terakhir mengacu pada
tingkat stabilitas emosi dalam satu individu.
Dimensi
|
Traits
|
Openness
|
Kreatif,
inovatif, imajinatif, bebas, penasaran
|
Conscientiousness
|
Teliti,
teratur, tepat waktu, bekerja keras, ambisius, gigih
|
Extraversion
|
Penuh
kasih sayang, banyak bicara, menyukai kesenangan, bersemangat, mudah bergaul
|
Agreeableness
|
Berhati
lembut, dermawan, mudah percaya, ramah, bersabar, toleran
|
Neuroticsm
|
Pencemas,
sentimental, emosional, temperamental, rentan
|
Kelima dimensi diatas dapat diandalkan untuk menggambarkan
kepribadian individu dalam budaya ini. Dalam pandangan evolusioner,
dimensi-dimensi seperti conscientiousness mengacu pada tingkat organisasi,
ketekunan, motivasi dalam perilaku yang diarahkan pada tujuan. Neuroticism
memiliki kecenderungan untuk mengalami emosi negative, kerentanan terhadap
stress, stabilitas emosional. Budaya secara substansial dapat mempengaruhi
tingkat rata-rata kepribadian dan nilai-nilai tentang berbagai sifat manusia.
Budaya mendefinisikan konteks, termasuk siapa yang terlibat, apa yang terjadi,
dimana itu terjadi, dan sejenisnya.. oleh karena itu budaya memainkan peran
penting dalam menghasilkan manifestasi perilaku spesifik yang unik.
Pendekatan
Evolusioner
Untuk menjelaskan universalitas FFM, beberapa (misalnya, MacDonald,
1998) telah
menyarankan pendekatan evolusi. Pendekatan ini menempatkan universalitas
keduanya kepentingan
manusia dan mekanisme neurofisiologis yang mendasari varian-varianasi. Struktur
kepribadian dipandang sebagai mekanisme psikologis universal, a produk
seleksi alam yang melayani fungsi sosial dan non-sosial di Indonesia pemecahan
masalah dan adaptasi lingkungan. Berdasarkan teori ini, orang akan melakukannya berharap
menemukan sistem serupa pada hewan yang melayani fungsi adaptif serupa, dan orang
akan mengharapkan sistem kepribadian diatur dalam otak sebagai diskrit sistem
neurofisiologis. Salah satu pertanyaan kunci tentang FFM yang berkembang Perspektif
akuntansi membawa, misalnya, kekhawatiran mengapa ciri-ciri sosial yang tidak
diinginkan seperti Neuroticism telah dilestarikan melalui evolusi (Penke,
Denissen, & Miller, 2007). Dalam pandangan evolusioner, sifat-sifat seperti Conscientiousness
(yang mengacu pada tingkat organisasi, ketekunan, kontrol, dan motivasi dalam perilaku
yang diarahkan pada tujuan ior), Neuroticism (kecenderungan untuk mengalami emosi negatif,
kerentanan terhadap stres, stabilitas emosional), dan komponen lain dari FFM dianggap
mencerminkan variasi stabil dalam sistem yang melayani fungsi adaptif kritis.
Teliti- ness,
misalnya, dapat membantu individu untuk memantau lingkungan untuk bahaya dan
hukuman yang akan datang, dan untuk bertahan dalam tugas yang tidak secara
intrinsik bermanfaat (MacDonald, 1998). Neurotisisme mungkin adaptif karena
itu membantu memobilisasi sumber daya perilaku dengan memoderasi gairah dalam
situasi yang membutuhkan pendekatan atau penghindaran.
Menurut MacDonald (1991, 1998), pendekatan evolusioner ini
menunjukkan a model hierarkis di mana “perilaku yang berkaitan dengan kepribadian
terjadi di beberapa level berdasarkan pada aspek motivasi dari sistem kepribadian yang
berevolusi ”(hal. 130). Dalam model ini, manusia memiliki kecenderungan motif yang
berevolusi — misalnya, keintiman, keselamatan —
yang dilayani oleh seperangkat disposisi kepribadian universal yang membantu
individual mencapai tujuan afektif mereka dengan mengelola pribadi dan
lingkungan sumber daya. Manajemen sumber daya ini mengarah ke kekhawatiran,
proyek, dan tugas, yang pada gilirannya mengarah ke unit tindakan atau perilaku
tertentu di mana individu mencapai tujuan yang ditentukan oleh disposisi motif
yang berevolusi (lihat Gambar 10.2). Perhatikan bahwa model ini — dan asumsi
tentang universalitas FFM dibuat oleh McCrae dan Costa dan lainnya (misalnya, McCrae &
Costa, 1997) -tidak meminimalkan pentingnya keragaman budaya dan individu.
Budaya secara
substansial dapat mempengaruhi kepribadian melalui sumber daya, struktur
sosial, dan sistem sosial yang tersedia di lingkungan tertentu untuk membantu
mencapai tujuan. Budaya bisa oleh karena itu mempengaruhi tingkat rata-rata
kepribadian dan nilai-nilai tentang berbagai orang-sifat ality. Sebagaimana
dinyatakan sebelumnya, budaya "tidak dapat disangkal relevan dalam
pengembangan
karakteristik dan adaptasi yang memandu ekspresi kepribadian dalam
pikiran,perasaan, dan perilaku ”(McCrae et al., 1998). Budaya mendefinisikan
konteks dan memberikan makna diferensial untuk komponen konteks, termasuk siapa
terlibat, apa yang terjadi, di mana itu terjadi, dan sejenisnya. Budaya, oleh
karena itu,memainkan peran penting dalam menghasilkan manifestasi perilaku
spesifik — yang unit aksi spesifik - bahwa individu akan terlibat untuk
mencapai apa yang mungkin menjadi kesatuan tujuan afektif versal. Sebuah
struktur kepribadian universal, bagaimanapun, dianggap menjadi mekanisme dimana
tujuan tersebut tercapai melalui keseimbangan dan interaksi -tion dengan
budaya.
STUDI CROSS-CULTURAL PADA DIMENSI
KEPRIBADIAN LAINNYA
Apakah Ada Lebih dari Lima Sifat yang Universal?
Penelitian yang mendokumentasikan ketahanan
FFM ciri - ciri kepribadian di sekitar dunia jelas telah memberikan kontribusi
besar pada pemahaman kita tentang kepribadian organisasi dan budaya. Meski
demikian, ada beberapa baris penelitian yang menantang apakah lima faktor sudah
cukup. Salah satu tantangan ini adalah itu, karena FFM pada dasarnya dibuat di
Amerika Serikat oleh para peneliti Amerika, mungkin itu adalah kasus yang
pengukurannya hilang faktor penting lainnya tidak dimaksudkan untuk menjadi
diukur di tempat pertama.
Keterkaitan Interpersonal Satu jalur penelitian penting telah
dipimpin oleh Fanny Cheung dan rekan (2001). Mereka memulai pekerjaan mereka
dengan gagasan bahwa FFM mungkin kehilangan beberapa fitur penting dari
kepribadian di Asia, dan spesifik penghitungan Cina. Secara khusus, mereka
berpikir bahwa tidak ada ciri-ciri FFM yang ditangani dengan baik masalah
hubungan, yang merupakan pusat di Cina (serta banyak budaya di sekitar Dunia).
Jadi, mereka mengembangkan apa yang awalnya mereka anggap sebagai skala pribumi
dirancang untuk mengukur kepribadian di China yang mencakup ciri-ciri berikut:
• Harmoni, yang mengacu pada kedamaian batin
seseorang, kepuasan, interper-harmoni pribadi, penghindaran konflik, dan
pemeliharaan ekuilibrium;
• Ren Qing (orientasi hubungan), yang mencakup
kepatuhan pada norma-norma budaya interaksi berdasarkan timbal balik,
pertukaran bantuan sosial, dan pertukaran kasih sayang sesuai dengan aturan
implisit;
• Modernisasi, yang direfleksikan oleh perubahan
kepribadian sebagai respon terhadap masyarakatbmodernisasi dan sikap terhadap
kepercayaan tradisional Tionghoa;
• Hemat
vs Pemborosan, yang menyoroti keutamaan tradisional menabung daripada
membuang-buang dan ketelitian dalam membelanjakan, berbeda dengan kemauan untuk
menghabiskan uang untuk tujuan hedonistik; • Ah-Q Mentalitas (defensif), yang
didasarkan pada karakter yang populer Novel Cina di mana mekanisme pertahanan
rakyat Cina, termasuk-rasionalisasi yang melindungi diri sendiri, eksternalisasi
menyalahkan, dan meremehkan prestasi orang lain, disindir; • Wajah, yang
menggambarkan pola orientasi secara internasional dan hirarkis koneksi yang
kaku dan perilaku sosial untuk meningkatkan wajah seseorang dan untuk
menghindari kehilangan wajah seseorang (Cheung, Leung, Zhang, Sun, Gan, Song et
al., 2001) (hlm. 408). Secara kolektif, Cheung dan rekannya telah menamai
dimensi ini "Interper- Keterkaitan batin. ”Meskipun awalnya mereka
menemukan dukungan untuk keberadaan ini dimensi dalam studi mereka tentang
daratan dan Hong Kong Cina, mereka juga telah membuat membuat versi bahasa
Inggris dari skala mereka dan mendokumentasikan keberadaan Interper-Dimensi
keterkaitan sonal dalam sampel dari Singapura, Hawaii, Midwestern Amerika
Serikat, dan dengan Cina dan Eropa Amerika (Cheung, Cheung, Leung, Ward, &
Leong, 2003; Cheung et al., 2001; Lin & Church, 2004).
Struktur Kepribadian Filipina Bidang penelitian utama lainnya yang
menantang apakah FFM cukup berasal dari studi tentang struktur kepribadian di Filipina.
tidak ada yang dipimpin oleh Gereja dan rekan kerja. Dalam penelitian awal,
mereka mengidentifikasi banyak ciri seperti yang mereka bisa yang ada dalam
bahasa Filipina, dan meminta siswa Filipina untuk menilai mereka, sama seperti
pada tes kepribadian apa pun. Studi awal menggunakan statistik yang sama teknik
kal yang telah digunakan untuk menguji FFM digunakan dan menunjukkan itu tujuh,
bukan lima, dimensi diperlukan untuk menggambarkan kepribadian Filipina quately
(Gereja, Katigbak, & Reyes, 1998; Gereja, Reyes, Katigbak, &
Grimm,1997). Dua sifat tambahan adalah Tempermentalness dan Self-Assurance.
Faktanya, jenis temuan serupa ditemukan sebelumnya dengan sampel berbahasa
Spanyol di Eropa juga (Benet-Martinez & Waller, 1995, 1997).Dalam salah satu
studi mereka selanjutnya, Gereja dan rekan (Katigbak, Gereja,Guanzon-Lapena,
Carlota, & del Pilar, 2002) menggunakan dua orang pribumi Filipina-skala
ality yang mencakup total 463 kata sifat sifat, dan versi bahasa Filipina dari
NEO PI-R untuk mengukur FFM, dan meminta 511 mahasiswa di Philip-pinus untuk
menyelesaikan langkah-langkah ini. Analisis statistik menunjukkan bahwa ada
tumpang tindih dalam dimensi kepribadian yang muncul dari Filipina skala dan
FFM yang diukur oleh NEO PI-R. Namun, ada beberapa faktor pribumi muncul,
termasuk Pagkamadaldal (Keingintahuan Sosial), Pagkamapagsapalaran
(Risiko-Mengambil), dan Religiusitas. Ciri-ciri terakhir ini sangat penting
dalam memprediksi perilaku seperti merokok, minum, berjudi, berdoa, toleransi
terhadap homoseksual-itu, dan toleransi hubungan pranikah dan luar nikah, di
atas dan di luar apa dapat diprediksi oleh FFM.
Dominasi Pada pertengahan abad ke-20, para psikolog
Eropa menyarankan "Kepribadian otoriter," dan mengembangkan skala
untuk mengukurnya (Adorno, Frenkel-Brunswik, & Levinson, 1950). Dimensi ini
terkait dengan konsep dominasi, dan mengacu pada fakta bahwa orang berbeda
dalam ketergantungan mereka pada otoritas dan perbedaan status hierarkis di
antara para interactant. Hofstede, Bond, dan Luk(1993) menganalisis data dari
1.300 individu di Denmark dan Belanda, dan menemukan enam dimensi kepribadian.
Lima di antaranya terkait dengan FFM; ke enam, Namun, tidak demikian. Para
peneliti memberi label "Otoritarianisme" ini. Sebenarnya, Dominasi
adalah sifat yang muncul dalam studi tentang kepribadian paramals. King and
Figueredo (1997), misalnya, mempresentasikan 43 sifat sifat dengan
rep-barang-barang yang disesali dari FFM kepada para pelatih kebun binatang
yang bekerja dengan simpanse di usia 12 tahun kebun binatang. Para pelatih
diminta untuk mendeskripsikan simpanse dalam hal kata sifat disediakan.
Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan antara kebun binatang, dan reli
interrater kemampuan di antara para penilai tinggi. Analisis faktor peringkat
menghasilkan enam faktor, lima di antaranya berhubungan dengan FFM; yang keenam
berhubungan dengan dominasi. Itu temuan yang sama telah dilaporkan dalam studi
orangutan dan simpanse (Peder - putra, Raja, & Landau, 2005; Weiss, King,
& Enns, 2002; Weiss, King, & Figueredo, 2000), dan menunjukkan bahwa
Dominasi adalah sifat yang diwariskan di antara hewan.
Ringkasan Sampai saat ini, upaya untuk menemukan
sifat universal lainnya tidak bertentangan dengan FFM, tetapi tambahkan saja.
Pertanyaan yang belum terselesaikan menyangkut apa yang lain dimensi, jika ada,
dapat diandalkan di seluruh budaya. Temuan yang dilaporkan di atas adalah
memang menjanjikan dalam hal jawaban untuk pertanyaan ini, tetapi tentu saja
jauh lebih banyak penelitian diperlukan di berbagai budaya yang lebih luas
untuk mengukur komparabilitasnya dengan FFM. Pendekatan pribumi lain untuk
mempelajari sifat-sifat juga telah terjadi dikembangkan di negara-negara
seperti India, Korea, Rusia, dan Yunani (Allik et al., 2009; Cheung, Cheung,
Wada, & Zhang, 2003; Saucier, Georgiades, Tsaousis, & Goldberg, 2005).
Ini, dan pendekatan lainnya, diharapkan akan memberi penjelasan lebih lanjut
topik penting ini di masa depan. Yang pasti, kita harus jelas tentang perbedaan
antara FFM, yaitu model kepribadian universal, dan FFT, yang merupakan teori
tentang sumber dari sifat-sifat itu. Sangat mungkin bahwa FFM akan diubah dalam
masa depan untuk memungkinkan kemungkinan sifat lain, tetapi untuk teori yang
mendasari mereka menjadi sama. Atau bisa jadi FFM akan menjadi yang paling reli
tetapi teori akuntansi untuk sumber sepenuhnya salah. Jumlah sifat-sifat yang
universal dan dari mana mereka berasal adalah dua masalah yang perlu kita
pertahankan terpisah dalam pikiran kita.
Refrensi :
Matsumoto, Linda Juang-Culture and Psychology-Wadsworth (2013)
Komentar
Posting Komentar